Minggu, 01 November 2009

SUAMI BERUTANG, ISTRI DIGOYANG

Apes banget nasib Ny. Sarini, 38. Yang punya utang suaminya, tapi dia yang dimintai tanggungjawab. Karena tak juga bisa membayar, Jumadi, 44, dan kawan-kawan memanfaatkan profesi Sarini. Di daerah Tretes, WTS yang berpangkalan di Wonokromo ini digoyang bersama hingga termehek-mehek.

Tanggungjawab suami juga tanggungjawab istri; ini adalah ketika mereka membesarkan dan mendidik anak. Termasuk juga tentang utang-utang kepala keluarga. Saat kepala keluarga meninggal, selalu diumumkan bahwa orang yang punya utang piutang dengan almarhum hendaknya berhubungan dengan keluarganya. Tapi bagaimana pula dengan seorang kepala keluarga yang minggat gara-gara tak sanggup membayar utang? Mestikah istrinya yang jadi tiban, dijadikan ajang pemuas nafsu untuk kompensasi utang suami?

Ini yang dialami Ny. Sarini, warga Wonokromo, Surabaya. Sebagai WTS penjaja syahwat, kenalannya memang kebanyakan lelaki petualang yang tanpa pekerjaan jelas. Di sinilah kemudian Sarini berkenalan dengan Basri, 43, lelaki aktivis terminal bis, yang suka “sporing balansing” bersamanya. Cocok sama cocok, akhirnya mereka membentuk mahligai rumahtangga, yang mestinya juga ingin jadi keluarga yang sakinah.

Kalau WTS sudah menikah, mestinya meninggalkan profesi lama dan cari kehidupan yang benar. Tidak demikian dengan pasangan Basri - Sarini ini. Menyadari bahwa penghasilannya tak menentu, Basri tak keberatan istri meneruskan profesi lama. Itu artinya, dia harus siap dengan “menu” basi, karena sudah diacak-acak lelaki lain. “Nggak apa, dibilas gambir juga peret lagi…..,” kata Basri santai dan cuek bebek.

Akan halnya Basri sendiri, dia juga masih berkutat dengan petualangannya. Ketika terdesak butuh (keperluan), dia nekad pinjam motor teman dengan tujuan untuk digadaikan. Dan celakanya, setelah uang didapat Basri malah minggat entah ke mana. Dia tak pernah memikirkan bagaimana harus menebus motor pinjaman itu kelak. Yang penting, dengan uang hasil menipu tersebut dia bisa berfoya-foya barang sebentar. Namanya juga petualang di terminal bis.

Hari berganti bulan motornya tak kunjung kembali, Jumadi mencoba melacak Basri lewat alamat istrinya. Ternyata didapat keterangan bahwa motor tersebut sudah digadaikan, sedangkan keberadaan Basri di mana juga misterius. Sadar bahwa kena tipu, Jumadi memaksa istrinya untuk bertanggungjawab. “Karena Basri suamimu, otomatis kamu harus ikut tanggungjawab,” sergah Jumadi kesal.

Soal tanggungjawab masuk sarung bersama, Sarini oka-oke saja. Jangankan Basri yang suami, wong orang tak dikenal pun juga boleh. Tetapi jikalau harus menanggngwabi utang sepeda motor senilai Rp 7 juta tersebut, nggih mangke riyin (nanti dulu). Dari mana uang sebanyak itu diperoleh dalam sehari? Meski pinggang sampai pedot (putus), pantat sampai tepos melayani sejumlah lelaki, takkan bakal diperolehnya. Karena itulah, Sarini tetap ogah untuk membayar.

Alasan dan argumentasi Sarini membuat Jumadi kesal. Bersama ke-4 rekannya wanita STNK itu kemudian dibawa ke daerah wisata Tretes. Di sinilah bini Basri ini dipaksa melayani nafsu Jumadi dan rekan hingga termehek-mehek. Namanya juga impas-impasan, pokoknya pelayanan Sarini dicucuk-cucukke (harus klop). Setelah puas menggilir Sarini, Jumadi dan kawan-kawan kabur. Dengan langkah gontai, Sarini kemudian melaporkan para “penggarap”-nya itu ke Polresta Surabaya.

Yang kelas Sarini saja bisa gempor, bayangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar